cover
Contact Name
Prof. Widiatmaka
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jtl_soilipb@yahoo.com
Editorial Address
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jl. Meranti Wing 12 Lt 4, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan (Journal of Soil Science and Environment)
ISSN : 14107333     EISSN : 25492853     DOI : -
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan merupakan media yang menyajikan artikel mengenai hasil penelitian dan telaah perkembangan mutakhir dalam bidang ilmu tanah, air, dan ilmu lingkungan sebagai bahan kajian utama.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan" : 5 Documents clear
AKTIVITAS ENZIM SELULASE MIKROBA YANG DIISOLASI DARI JERAMI PADI DI PERSAWAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrur Razie; Iswandi Anas; Atang Sutandi; Lukman Gunarto; Sugiyanta Sugiyanta
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.775 KB) | DOI: 10.29244/jitl.13.2.43-48

Abstract

Enzim selulase terdiri dari tiga enzim ekstraselular yang bekerja secara sinergis dalam mendegredasi selulosa, yakni endoglukanase, eksoglukanase dan β-glukosidase. Tiga enzim tersebut berperan dalam mendegradasi selulosa menjadi gula sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi mikroba (bakteri dan fungi) berdasarkan aktivitas enzim selulase dari mikroba tanah yang diisolasi dari persawahan pasang surut Kalimantan Selatan. Kemampuan mengekskresikan enzim endoglukanase dinilai berdasarkan nilai indeks selulolitik pada media CMC dan kemampuan mengekskresikan enzim eksoglukanase dan β-glukosidase diukur dari aktivitas kedua enzim tersebut menggunakan metode Mandel yang dimodifikasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kisaran nilai indeks selulolitik dari mikroba selulolitik di persawahan pasang surut tipe A sebesar 2.29-3.72, di lahan tipe B sebesar 2.66-5.41, dan di lahan tipe C sebesar 1.84-3.34. Aktivitas eksoglukanase dari mikroba selulolitik di persawahan pasang surut tipe A sebesar 0.27-1.65 nkat mL-1, lahan tipe B sebesar 0.37-1.85 nkat mL-1, dan lahan tipe C sebesar 0.31-1.85 nkat mL-1. Mikroba selulolitik dari persawahan pasang surut Kalimantan Selatan memiliki aktivitas β-glukosidase sebesar 0.05-1.52 nkat mL-1. Isolat- isolat mikroba selulolitik yang memiliki aktivitas selulase tertinggi adalah isolat bakteri selulolitik J11, J42, R23, BK12, C52, TB41, B82 dan SN123, dan isolat fungi selulolitik ST33, ST22, TB31, B52, GA22, TD11, PI52 dan P31.
KONVERSI LAHAN PERTANIAN DAN KETERKAITANNYA DENGAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN SERTA HIRARKI WILAYAH DI KABUPATEN BANDUNG BARAT Santun Risma Pandapotan Sitorus; Mila Mulyani; Dyah Retno Panuju
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.335 KB) | DOI: 10.29244/jitl.13.2.49-57

Abstract

Perkembangan suatu wilayah cenderung akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan perubahan luasan suatu jenis penggunaan lahan. Terkonversinya lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian merupakan masalah serius pada kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan pada periode tahun 1998 dan 2008 di Kabupaten Bandung Barat, (2) menganalisis perubahan penggunaan lahan dalam berbagai kelas kemampuan lahan, (3) menetapkan hirarki kecamatan dan kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan, dan (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Selama periode tahun 1998 sampai 2008 telah terjadi konversi luas lahan pertanian menjadi lahan terbangun sebesar 2,249 ha dengan laju konversi per tahun 264 ha. Kecamatan Batujajar merupakan kecamatan yang mengalami perubahan penggunaan terluas yaitu sebesar 31.9%. Sebaran perubahan penggunaan lahan paling luas terdapat pada kelas kemampuan lahan I sebesar 1,622 ha yaitu konversi TPLB menjadi TPLK. Selain itu, perubahan penggunaan lahan jenis lainnya tersebar pada kelas kemampuan lahan II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Perkembangan wilayah di Kabupaten Bandung Barat berdasarkan analisis skalogram tahun 2003 dan 2008, menunjukkan adanya peningkatan tingkatan hirarki tiap desa. Pada tahun 2003 persentase desa berhirarki I, II, dan III, berturut-turut sebesar 15.1%, 20.7%, dan 64.3%. Peningkatan hirarki terjadi pada hirarki II dan III, sedangkan hirarki I mengalami penurunan. Faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bandung Barat adalah curah hujan kelas sangat rendah, rendah, dan tinggi, penggunaan lahan terbangun tahun 1998, kepadatan penduduk, dan pertambahan fasilitas pendidikan.
KARAKTERISTIK HANTARAN HIDROLIK JENUH TANAH PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT, PTPN VII LAMPUNG SELATAN Pungkas Syahadat; Suria Darma Tarigan; Kukuh Murtilaksono
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.536 KB) | DOI: 10.29244/jitl.13.2.58-62

Abstract

Kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman yang memerlukan air dalam jumlah yang banyak. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit. Pada musim kemarau kelapa sawit akan mengandalkan cadangan air bawah tanah untuk kebutuhan airnya. Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam penambahan air bawah tanah. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui karakteristik hantaran hidrolik jenuh pada berbagai jenis lokasi yang meliputi gawangan mati, piringan, dan jalan pikul pada perkebunan kelapa sawit PTPN VII Lampung. Karakteristik ini dapat dijadikan acuan pengelolaan lahan agar dapat meningkatkan cadangan air bawah tanah. Nilai hantaran hidrolik jenuh pada lokasi gawangan mati berkisar antara 2.9-30.4 cm jam-1 dengan kelas sedang sampai sangat cepat, pada lokasi piringan berkisar antara 2.5-13.4 cm jam-1 dengan kelas agak lambat sampai cepat, dan pada lokasi berupa jalan pikul nilai hantaran hidrolik jenuhnya berkisar antara 1.6-12.8 cm jam-1 yang berada pada kelas agak lambat sampai cepat. Tingginya hantaran hidrolik pada gawangan mati disebabkan terjaganya struktur tanah oleh tumpukan pelepah yang sudah mati. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktifitas pemanenan yang intensif menurunkan nilai hantaran hidrolik jenuh tanah pada areal piringan dan jalan pikul tempat mengangkut hasil panen disebabkan peningkatan kepadatan tanah.
KAJIAN GEOMORFOLOGI, BAHAYA DAN RISIKO BANJIR, SERTA APLIKASINYA UNTUK EVALUASI TATA RUANG KOTA SINTANG Muhammad Pramulya; Komarsa Gandasasmita; Boedi Tjahjono
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (572.681 KB) | DOI: 10.29244/jitl.13.2.63-71

Abstract

Kota Sintang di Kalimantan Barat dikenal sebagai kota yang sering tergenang banjir pada musim penghujan. Kota ini tumbuh tepat pada pertemuan dua sungai besar, yaitu Kapuas dan Melawi, atau secara geomorfologi tumbuh di dataran banjir yang luas/dataran aluvial kedua sungai. Bencana banjir pernah terjadi pada tahun 1963, menggenangi sebagian besar pemukiman, menelan banyak korban, dan kerusakan. Meskipun akhir-akhir ini banjir tidak begitu besar, namun banjir besar seperti masa lalu dapat terulang kembali di waktu mendatang. Untuk mengurangi bencana seperti ini, maka diperlukan kajian tentang banjir dan program penanggulangan bencana. Tujuan penelitian ini adalah (1) melakukan analisis dan pemetaan bahaya dan risiko banjir dan (2) evaluasi tata ruang (RDTR) Kota Sintang berdasarkan pada bahaya banjir. Pendekatan geomorfologis digunakan untuk menganalisis bahaya banjir melalui kajian morfogenesis dan morfologi bentuk lahan serta sejarah banjir. Untuk menilai risiko digunakan data bahaya banjir dan kerentanan penggunaan lahan. Scoring terhadap parameter geomorfologi dan penggunaan lahan dibuat dan dikombinasikan dengan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95% wilayah Kota Sintang dibentuk dari bentuk lahan asal proses fluvial dan menurut penilaian bahaya banjir, 0.8% dari wilayah Kota Sintang terklasifikasi ke dalam bahaya sangat rendah, 57.2% rendah, 31.5% sedang, dan 10.5% tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir separuh wilayah kota terancam banjir pada tingkat sedang hingga tinggi. Berdasarkan hasil analisis bahaya banjir tersebut dikaitkan dengan kerentanan penggunaan lahan, didapatkan bahwa 0.9% dari wilayah kota memiliki risiko banjir sangat rendah, 70.1% rendah, 22.5% sedang, dan 6.5% tinggi. Dua kelas terakhir, menurut persebarannya, mencakup seluruh area terbangun, seperti perumahan, perkantoran, dan kawasan komersial. Keadaan ini menandakan bahwa hampir sepertiga dari area terbangun Kota Sintang terancam oleh banjir baik pada tingkat bahaya sedang maupun tinggi. Hasil evaluasi RDTR menunjukkan bahwa hampir separuh dari alokasi ruang terbangun (44.4%) mempunyai risiko sedang dan hanya sebagian kecil (4.10%) mempunyai risiko tinggi. Dengan demikian upaya penanggulangan bencana harus menjadi prioritas utama oleh Pemerintah untuk menurunkan tingkat risiko.
THE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) AS A BENEFICIAL HUMAN INTERVENTION INTO ROOT AND SOIL INTERACTION Iswandi Anas; Joeli Barison; Amir Kassam; Abha Mishra; O.P Rupela; Amod K. Thakur; T. M. Thiyagarajan; Norman Uphoff
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan
Publisher : Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.752 KB) | DOI: 10.29244/jitl.13.2.72-88

Abstract

The System of Rice Intensification (SRI) was developed in Madagascar in the ealier 1980 by Fr. Henri de Laulanié. Basic principles of SRI are: (1) the transplanting of young seedlings, preferably only 8-12 days old, this conserves the growth potential that rice plants have if they are transplanted before the start of the fourth phyllochron; (2) The young seedlings are transplanted quickly and quite carefully, taking care to minimize any trauma to the roots, also singly and with wide spacing, in a square pattern usually 25 cm x 25 cm, or even farther apart if the soil is fertile; (3) Under SRI management, paddy fields are not kept continuously flooded, instead, mostly aerobic soil conditions are maintained throughout the vegetative growth period, either by adding small amounts of water regularly, or by alternate wetting and drying (AWD); (4) a simple mechanical, soil-aerating weeder is used to control weed growth; (5) Although these methods when used with chemical fertilizer will enhance crop yield, the best yields and greatest cost-saving for farmers are attained with application of organic fertilizer or other organic matter, when available. When SRI practices are used together and as recommended, the following results are common: (1) Grain yields are usually increased by 50-100%, or sometimes more, while water applications are reduced by 30-50% since there is no continuous flooding, straw yields usually also increase, which is an additional benefit to many farmers; (2) The need to use agrochemicals for crop protection is reduced because SRI plants are naturally more resistant to pest and disease damage; (3) With reduced costs of production, including often reduced labor requirements, farmers’ net income is greatly increased with the higher yields; (4) SRI plants are better suited to withstand the effects of climate change, having greater resistance as a rule to most biotic and abiotic stresses; (5) SRI paddy usually gives higher milling out-turn, about 15%, because when milled there is less chaff (fewer unfilled grains) and less breaking of grains. These qualities are probably attributable to the effects of better root systems which can more effectively take up micronutrients from lower soil horizons. Currently, SRI practices has been introduced in many countries with modifications and adaptation to local conditions.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2011 2011


Filter By Issues
All Issue Vol 25 No 1 (2023): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 24 No 2 (2022): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 24 No 1 (2022): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 23 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 23 No 1 (2021): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 22 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 22 No 1 (2020): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 21 No 2 (2019): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 21 No 1 (2019): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 11 No 2 (2009): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 11 No 1 (2009): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 20 No 2 (2018): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 20 No 1 (2018): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 19 No 2 (2017): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 19 No 1 (2017): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 18 No 1 (2016): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 17 No 2 (2015): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 17 No 1 (2015): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 16 No 2 (2014): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 16 No 1 (2014): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 15 No 2 (2013): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 15 No 1 (2013): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 14 No 2 (2012): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 14 No 1 (2012): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 2 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 13 No 1 (2011): Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol 12 No 2 (2010): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 12 No 1 (2010): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 10 No 2 (2008): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 10 No 1 (2008): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 9 No 2 (2007): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 9 No 1 (2007): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 7 No 2 (2005): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 7 No 1 (2005): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 No 2 (2004): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 No 1 (2004): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 5 No 1 (2003): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 No 2 (2000): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 2 No 2 (1999): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 2 No 1 (1999): Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan More Issue